Musibah Tenerife terjadi pada tanggal 27 Maret 1977 pukul 17:06 waktu setempat (juga GMT), ketika dua Boeing 747 bertabrakan di Bandar Udara Internasional Los Rodeos di Tenerife, Kepulauan Canary, menewaskan 583 orang. Kecelakaan ini masih merupakan peringkat tertinggi kehilangan nyawa manusia dalam sejarah penerbangan.
Pesawat yang terlibat yaitu Pan Am Penerbangan 1736, dinamai Clipper Victor, di bawah kendali Kapten Victor Grubbs, dan KLM Penerbangan 4805, dinamai Rijn (Sungai Rhine), di bawah kendali Kapten Jacob Veldhuyzen van Zanten. KLM 4805, melakukan take off di satu-satunya landasan di bandara tersebut, menabrak Pan Am yang sedang berjalan menuju landasan yang sama.
Sebelumnya kedua pesawat tersebut dialihkan menuju Bandara Los Rodeos di Tenerife, Kepulauan Canary, Spanyol
menyusul terjadinya ledakan bom di sebuah toko bunga di bandara tujuan
semula di Las Palmas, yang disusul dengan ancaman bom kedua. Kedua
pesawat bertabrakan ketika akan meninggalkan Tenerife kembali ke Las
Palmas dan KLM 4805 melakukan take off tanpa izin dari Air Traffic Controller
(ATC) disaat Pan Am 1736 sedang menyeberangi landasan yang sama untuk
bersiap berangkat. Pilot KLM sempat mencoba memaksa pesawatnya take off
namun baru mencapai 100 kaki pesawatnya menabrak PanAm. Jumlah korban
tewas dari pesawat KLM adalah semua 234 penumpang dan 14 awaknya,
sedangkan dari pesawat PanAm 9 dari 16 awak tewas dan 265 dari 317
penumpang tewas.
Bandar Udara Los Rodeos (kode TCI, sekarang TFN) berada di sebelah
utara Tenerife dan kebanyakan digunakan untuk penerbangan antara
Kepulauan Canary dan sekitarnya serta ke daratan Spanyol.
Investigasi menunjukkan bahwa, selain usaha lepas landas pesawat KLM tanpa izin ATC,
kecelakaan tersebut disebabkan oleh kebingungan pilot kedua pesawat
oleh instruksi ATC, yaitu masalah bahasa, di mana logat Spanyol kental
ATC membingungkan pilot, serta pilot KLM juga tidak menggunakan bahasa
standar penerbangan dalam komunikasi dengan ATC (bersifat ambigu,
sehingga membingungkan ATC). Selain itu, peralatan komunikasi serta
peralatan darat lain juga tidak memadai untuk mengawasi pergerakan
pesawat. Kondisi ini diperparah oleh kabut tebal yang melanda daerah itu
pada hari kecelakaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar